Vivid Dream
Oh, Oikawa benci ini. Benar-benar benci.
Kalau boleh jujur, jika Oikawa bisa berada sejauh mungkin dari Shiratorizawa, ia pasti bakal melakukannya. Kalau bisa, untuk latih tanding kali ini baiknya menghadapi sekolah lain sja. Tembok Besar Date Tech? Tidak masalah, sama sekali tidak. Mereka tangguh dan pantas dilawan. Sekolah Gagak Tua, Karasuno? Meh, tapi dibandingkan dengan Shiratorizawa, lebih baik Oikawa menghadapinya. Mereka seimbang antara defensif dan ofensif, walau kadang-kadang agak kacau di lapangan. Tapi selalu menyenangkan melihat gagak-gagak berkoak-koak di lapangan.
Shiratorizawa selalu jadi pilihan terakhir Oikawa untuk latih tanding. Bukan karena ia takut karena tim mereka dijuluki “Yang Terkuat” di Tohoku. Bukan juga karena ia minder melawan para “Terpilih”, pemain-pemain muda mumpuni yang dipilih dan digembleng langsung oleh tangan dingin Washijo-sensei. Bukan. Masalah utamanya adalah mantan kapten Shiratorizawa.
Ushijima Wakatoshi.
Ushiwaka.
Gila... Menyebut namanya dalam hati saja bisa membuat bulu kuduk Oikawa berdiri. Takut 'kah? BUKAN. TIDAK. SAMA SEKALI ENGGAK. Hal ini sangat amat jauh dari kata dan rasa takut. Ini, sangat berbeda. Dalam artian yang berbeda juga.
Pokoknya Oikawa membenci Shiratorizawa karena disini ada Ushiwaka. Oikawa tidak menyukai Ushiwaka karena... ada banyak hal.
Awal berkecimpung di dunia voli, Oikawa melihat Ushiwaka sebagai ancaman, walaupun tidak sebesar ancaman yang ia lihat di Kageyama Tobio. Si prodigy dengan berkah dari tangan kiri ini mengguncang mental Oikawa dengan spike-nya yang luar biasa, yang memotivasi Oikawa untuk latihan servis mati-matian.
Lalu, saat SMA, ia membenci Ushiwaka yang selalu menghalanginya lolos di kejuaran nasional. Oh, tidak perlu memberitahu Oikawa untuk jangan bersikap picik dan berlatihlah lebih keras, karena ia dan timnya sudah melakukan itu bahkan tanpa disuruh. Tapi menyalahkan orang lain kadang-kadang agak melegakan.
Terakhir, pasca final kualifikasi daerah di Turnamen Musim Semi, saat Oikawa hendak mengejek Ushijima karena kalah dari Chibi-chan. Melihat Ushiwaka yang terlihat tanpa ekspresi dalam memproses kekalahannya membuat Oikawa murka. Seharusnya Ushiwaka marah karena kalah. Seharusnya Ushiwaka menangis, meraung, lalu karaoke menyanyikan lagu frustasi dengan teman-temannya hingga pagi. Seharusnya begitu. Namun, ia malah duduk bengong di bangku ayunan di taman, menatap jauh dengan kekosongan yang kentara entah kemana, seolah-olah semangat hidupnya ikut menguap bersamaan dengan kesempatan terakhir Ushiwaka di SMA dalam mewakili Miyagi di kejuaran voli SMA tingkat nasional. Oikawa yang marah mendatangi Ushiwaka, mencengkram kerah jaketnya, memakinya dan mengatakan reaksi-reaksi yang seharusnya ia lakukan, lalu... oh, lalu... Sesuatu yang melibatkan bibir terjadi. Bagian ini nanti saja ku ceritakan.
Kini, pasca 3 bulan kelulusan mereka, Oikawa dan ketiga kawannya, Matsukawa, Iwaizumi, dan Hanamaki secara khusus diminta pelatih mereka untuk menjadi pemain tambahan untuk tim Seijoh di kegiatan latih tanding di Shiratorizawa. Ditengah-tengah kesibukannya bersiap ke Amerika Selatan, Oikawa menyanggupi hal tersebut dengan harapan ia tidak akan bertemu Ushiwaka. Toh, katanya ia mendapat kontrak dari beberapa klub besar di negeri ini. Pasti ia sudah angkat kaki dari Miyagi.
Woops. Oikawa salah besar. Walaupun kebanyakan anak-anak Shiratorizawa yang seangkatan dengan mereka sudah merantau ke kota impian masing-masing demi mewujudkan masa depan mereka, nyatanya Ushiwaka masih ada di Miyagi untuk membantu melatih adik-adik kelasnya. Termasuk dalam latih tanding kali ini.
'Sial.' Pikir Oikawa. Harusnya ia cabut ke Argentina minggu lalu sehingga ia punya alasan bagus dan pasti untuk menolak permintaan pelatihnya. Namun, disinilah ia. Menghadapi musuh terbesarnya, Ushijima Wakatoshi, yang semakin jadi menghantui Oikawa, hingga ke mimpi-mimpi tidurnya, dari yang buruk hingga yang basah.
Benar, hingga yang basah. Kau tidak salah baca, kok.
Kali ini Oikawa membenci Ushijima selevel lebih tinggi. Pokoknya karena Ushijima ia jadi tidak fokus, gagal memberikan toss-toss apik untuk timnya. Karena Ushijima ia harus dimarahi Iwaizumi. Karena Ushijima serve-nya kena net. Karena Ushijima... karena Ushijima menciumnya di malam itu dan malam-malam lainnya. Karena Ushijima dan ciuman keparatnya, Oikawa beberapa kali bangun dengan celana yang basah, termasuk pagi ini.
The heck? Saat ini ia nyaris sembilan belas tahun, namun Ushijima dan ciuman keparatnya membuat Oikawa merasa kembali ke zaman kegelapan saat ia berada di Kitagawa Daichii. Mimpi basah di umur segini? Terlebih dalam mimpi-mimpi itu ia melakukannya dengan sang musuh bebuyutan? 'Ushijima keparat.' Kutuk Oikawa dalam hati. 'Bisa-bisanya dia menjambak rambutku dan menus...'
BUUUAAAAAKKKKK
“OYYY, KUSSSOKAWAAAAA!!!” Oikawa masih bisa mendengar raungan Iwaizumi kepadanya disela-sela rasa sakit yang menghantam sisi kiri pelipisnya. Oh, benar. Mereka sedang dalam pertandingan dua set melawan Shiratorizawa. Ushiwaka sedang berada di rotasi depan, hingga pasti spike ini bukan miliknya. Namun tetap saja, Oikawa kembali menyalahkan Ushijima. Karena membuatnya tidak fokus.
***
“Melamun? Ditengah-tengah pertandingan? Kalau ini skala resmi, kita sudah habis karena malu.” Matsukawa menempelkan ice bag ke pelipis kiri Oikawa, sambil agak ditekan sedikit. Oikawa meringis kesakitan, “duh, santai dong Mattsun. Kan cuma latih tanding, lagian kita juga cuma cadangan doang disini.” “Ya, tapi kan tetep aja. Lagian lo kalau gini terus yakin bisa survive di negeri orang? Yang ada babak belur lo dihantam kehidupan nyata.” “Mattsun, cukup Iwa-chan aja yang jadi mami gue. Lo nggak usah.” Oikawa merenggut. Salah Ushiwaka ia diceramahi Mattsun yang biasanya irit bicara. “Terserah, deh. Pokoknya istirahat dulu. Tenangin pikiran lo. Fokus!” Matsukawa beranjak, “nanti kalo udah mendingan baru balik ke lapangan. Gue bakal coba ngomong ke Iwaizumi supaya dia enggak headlock lo nantinya.” “Thanks, Mattsun. Elo yang terbaik.” Oikawa meringis sambil mengacungkan jempolnya. Dibalas anggukan seadanya oleh Matsukawa, lalu cowok itu meninggalkan Oikawa di ruang kesehatan.
Oikawa berbaring di ranjang, tangan kirinya mengompres pelipisnya yang panas kena hantam bola, otaknya memikirkan apa yang terjadi jika ia terbang ke Argentina lebih cepat dan tidak menghadiri latih tanding hari ini. Otaknya cukup aktif menciptakan berbagai skenario palsu dengan segala what if-nya, semata-mata supaya Oikawa tidak kepikiran betapa buruknya ia hari ini di hadapan Ushijima. Padahal, bisa saja ini adalah pertandingan terakhir mereka bersama. Seharusnya ia bisa memberikan kesan cool dan tidak terkalahkan, tegar bagai karang, sang penantang terkuat. Namun hari ini ia bersikap seperti pecundang. 'Memang pecundang, 'kan?' 'Cuma pecundang yang menyalahkan orang lain atas kegagalan sendiri, 'Cuma pecundang yang suka tantrum nggak jelas karena lihat musuhnya kalem, 'Cuma pecundang yang mimpi bercinta dengan musuhnya gara-gara ciuman satu kali, 'Cuma pecundang yang... Sial.' Welp, untuk yang terakhir cukup membuat Oikawa kembali teringat dengan mimpinya yang panas dan basah semalam.
Kejadian dalam mimpi itu terasa begitu nyata, senyata saat Ushijima merengkuh lehernya, membawa Oikawa masuk ke dalam ciuman panjang yang penuh dengan erangan dan desahan. Senyata saat Ushijima menelanjangi Oikawa yang hanya pasrah, sambil menelanjangi dirinya sendiri. Senyata saat Ushijima menggerakkan tiga jarinya yang panjang ke dalam Oikawa sambil menghisap bibir atas-bawah Oikawa. Senyata saat tangan kanan Ushijima membelai perut Oikawa sambil menghentakkan pinggulnya sendiri ke dalam Oikawa sementara tangan kirinya yang kasar dan bertekstur mengusap dan mencubit puting Oikawa dengan kasar. Senyata ketukan di pintu diiringi suara berat yang familiar, memanggil nama Oikawa.
“Tooru?”
Oikawa tersentak, buru-buru menghilangkan pikiran kotornya sambil menyelimuti diri, berharap gundukan dibawah perutnya bisa tersamarkan.
Lalu, bintang utama masalah hidup Oikawa Tooru saat ini pun muncul, melongok dari balik tirai, menatap Oikawa dengan tatapan, 'ya-Tuhan-kukira-kau-mati-syukurlah-tidak' sambil membawa sepiring apel dan jeruk.
“Maaf, Goshiki tadi terlalu semangat nge-spike. Saya nggak nyangka kamu bakal kena hantam. Kami kira kalian siap receive.” Katanya sambil menaruh piring di atas nakas, lalu mengambil kursi dan duduk di samping ranjang Oikawa. Oikawa mengernyitkan dahi, 'langsung pergi aja bisa nggak, sih?' “Ya udah, bukan sepenuhnya salah Tsutomu-chan kok. Emang gue yang nggak fokus tadi. Chill.” “Oke. Nanti saya ajarin lagi Goshiki buat perbaiki serve-nya.” 'Terus, hubungannya sama gue apa? TMI banget jadi orang.' Batin Oikawa. “Kamu yakin enggak apa-apa? Yakin nggak mau ke rumah sakit buat rontgen?” “Ya elah, nggak pa-pa, kok! Kan gue udah bilang, chill aja. Lagian bukan sekali dua kali gue kena gebuk bola voli. Nggak usah rontgen segala. Kayak apa aja, deh.” Oikawa ngedumel, walaupun sebagain kecil ulu hatinya doki-doki karena diperhatikan Ushijima. “Ya udah kalau gitu. Ini, ada apel sama jeruk ya. Jangan lupa dimakan.” Kata Ushijima, sambil melirik ke arah buah-buahan yang tadi ia bawa. Oikawa mengangguk dan bergumam ia akan memakannya saat kepalanya sudah lebih ringan.
Semenit... Dua menit... Tiga... Empat...
Lima menit penuh Ushijima duduk di samping Oikawa, menatap cowok rambut cokelat itu dengan tatapan X-ray nya yang sulit ditebak. Membuat Oikawa bertanya-tanya apakah si musuhnya ini telah menemukan rahasia kecil diantara dua kakinya yang mati-matian ia sembunyikan dibalik selimut tipis.
“Kenapa lagi? Ngapain masih disini?” Tanya Oikawa ketus, walaupun sebenarnya ia jadi gugup juga. “Kenapa ya, rasanya,” Ushijima buka mulut, “pipi kamu hari ini lebih banyak memerah waktu lihat saya? “Apa karena ciuman kita wak-...” Belum selesai Ushijima membahas masa lalu itu, Oikawa segera bangkit dan menutup mulut Ushijima dengan telapak tangannya. “Jangan ngomong keras-keras, nanti ada yang dengar, gimana?” Oikawa mendesis. Sementara kepalanya celingak-celinguk seperti takut kepergok. Ushijima mengambil tangan Oikawa yang menutup mulutnya dan mencium telapak tangan itu, “ya, enggak pa-pa 'kan? Biar orang-orang tahu saya ke kamu gimana.”
Ada rasa ingin menarik tangannya dari Ushijima lalu menggampar cowok berambut zaitun itu sekeras mungkin sangking gemasnya Oikawa. Namun, kekesalannya kalah oleh rasa nyaman yang menggelitik di perutnya saat Ushijima menciumi telapak dan punggung tangannya.
Ciuman di tangan itu menjadi semakin intens, hingga tanpa sadar Oikawa mendekatkan wajahnya ke Ushijima, disambut dengan baik oleh si rambut zaitun. Saat, bibir mereka tinggal beberapa senti lagi bertemu, Oikawa tiba-tiba berhenti, seolah tersadar dari sesuatu. Namun, situasi ini cukup membuatnya membeku, hingga ia pun lambat menarik diri dari Ushijima.
“Kenapa?” Bisik Ushijima, napasnya menggelitik sisi pipi Oikawa. “Kayaknya kita bukan di tempat dan situasi yang tepat buat ngelakuin ini.” Oikawa balas berbisik, penuh dengan nada skeptis. “Untuk itu,” Ushijima berhenti untuk mencium pipi Oikawa, “nggak perlu khawatir,” Ushijima bergerak, mencium pipi sebelahnya, lalu mencium sedikit pelipis Oikawa yang tadi kena gebuk Goshiki, “ngga ada yang bakal tahu atau curiga kita ngapain disini,” kali ini Ushiwaka memposisikan wajahnya di hadapan Oikawa, dengan jarak bibir mereka hanya sekitar satu senti, “jadi jangan khawatir and let's do it.”
“Ayo bikin mimpi-mimpi itu jadi nyata, Tooru.” Ushijima masih membujuk, namun perkataannya membuat Oikawa membeku dan balas berbisik dengan takut-takut, “mimpi apa...?”
Ushijima menyeringai, benar-benar bukan seperti ia yang biasanya berwajah datar. “Those dirty dreams, Tooru. Termasuk yang pagi ini.”
Oikawa membelalak, membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, dan wajahnya jadi jauh lebih panas ketimbang saat ia kena hantam bola Goshiki tadi. Ushijima menarik diri darinya, lalu membuka kaus oblongnya dengan cara yang paling sensual, membuat Oikawa kembali terangsang dua kali lebih banyak daripada sebelumnya. “Lagian, 'kan gunanya boyfriend,” Ushijima kembali mendekatkan diri ke Oikawa, yang masih mencerna dengan situasinya saat ini, lalu meniup telinganya, “untuk bikin ini tenang.” Ushijima menyelesaikan kalimatnya sambil menepuk-nepuk gundukan Oikawa yang kelihatannya mulai basah.
Oh, sial. Satu lagi alasan Oikawa benci dan enggan ke Shiratorizawa. Karena mantan kapten tim ini yang hari ini secara sukarela membantu latih tanding adik-adik kelas adalah pacar barunya yang baru sebulan menjalin hubungan dengan Oikawa. Pacar barunya yang mengisi mimpi-mimpi Oikawa, dari yang manis hingga yang kotor, dari yang kering hingga yang basah, dari yang menakutkan hingga menggairahkan.
Oikawa mengalungkan lengannya di leher Ushijima, membawa si rambut zaitun ke dalam pelukan dan ciuman-ciuman panjang yang melibatkan bibir, lidah, dan air liur. “Awas aja kalau ketahuan orang lain.” Bisik Oikawa disela-sela permainan mulut mereka. “Aku bakal langsung cabut ke Buenos Aires, ninggalin kamu disini sendirian.” “Bakal aku kejar,” Ushijima membalas sambil menggerayangi ke dalam hotpants Oikawa, “lewat mimpi pun bakal aku jabanin.” Bisiknya sambil menghisap satu spot menarik diantara tulang selangka Oikawa, “because I'm your fucking vivid dream, darl.”
***
fin
© @kentangglowwing